Paket Jasa Badal Haji Amanah ada Sertifikat dan Bukti Videonya
Mengumrohkan orang lain dan hukumnya boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan umroh bagi dirinya dan yang diwakili (di badal umrohkan) masuk dalam kategori syarat sah badal umroh antara lain : yang dibadalkan sudah meninggal dunia, yang di badalkan sakit (Udzur Syar’i) tidak mampu malakukan perjalanan umroh secara kondisi fisik, dan pelaksanaan Badal umroh bisa dikerjakan setiap saat kecuali di hari tasyrik.
Balas kebaikan orang yang anda Sayangi dengan menghadiakan Pahala Badal Haji untuknya..!!
Selama anda hidup di dunia pastilah banyak orang orang yang sudah berjasa membantu anda, terutama orang tua anda yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkan anda, selain orang tua ada pihak lain yang juga membantu anda seperti saudara kandung, keluarga, tetangga, dan lain sebagainya, yang jasanya belum sempat anda balas, dan mereka sudah pergi mendahului anda (Meninggal Dunia). dan hanya doa dan kiriman Pahalalah yang mereka harapkan.
Jika anda punya Niat untuk membalas kebaikannya, Sangat tepat bila anda mengirimkan Hadiah Pahala Badal Haji untuk orang yang anda Sayangi, dimana haji ini merupakan Rukun Islam ke 5 dan pahalanya sangat besar, dikerjakan hanya setahun sekali di bulan dzulhijjah, terlebih orang yang kita sayangi belum pernah melaksanakan Haji selama hidup, inilah kesempatan emas untuk membalasnya kebaikan mereka dengan mengirimkanPahala Badal Haji.
Alhamdulillah Anda mengunjungi website yang tepat, perkenalkan kami Permata Azzumar Wisata, merupakan Travel Resmi Penyelenggara Badal Haji setiap Tahun, alhamdulillah sudah ribuan badal yang kami kerjakan, dan ada bukti video pelaksana petugas badal.
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لا يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban dari Allah untuk berhajji bagi hamba-hambaNya datang saat bapakku sudah tua renta dan dia tidak akan kuat menempuh perjalanannya. Apakah aku boleh menghajjikan atas namanya?. Beliau menjawab: Boleh. Peristiwa ini terjadi ketika hajji wada’ (perpisahan). (HR. Bukhari)
Selain itu juga hadits lain yang senada, yang meriwayatkan tentang seorang wanita dari suku Juhainah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang sewaktu masih hidup pernah bernadzar untuk berangkat haji namun belum kesampaian sudah wafat.
إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ وَلَمْ تَحُجّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنَ أَكُنْتِ قَاضِيْتُهُ؟ اقْضُوا اللهَ فاللهُ أَحَقُّ بِالوَفَاءِ “
Ibu saya pernah bernadzar untuk mengerjakan haji, namun belum sempat mengerjakannya beliau meninggal dunia. Apakah saya boleh mengerjakan haji untuk beliau?”. Rasulullah SAW menjawab,”Ya, kerjakan ibadah haji untuk beliau. Tidakkah kamu tahu bahwa bila ibumu punya hutang, bukankah kamu akan melunasinya?”. Lunasilah hutang ibumu kepada Allah, karena hutang kepada Allah harus lebih diutamakan. (HR. Bukhari)
a. Cukup Syarat Kewajiban Haji
Syarat yang paling utama adalah sudah tercukupinya kewajiban haji atas dirinya, seperti beragama Islam, aqil, baligh, merdeka dan punya harta yang dapat membiayai semua perjalanan ibadah hajinya.
Maka seorang yang bukan beragama Islam ketika masih hidupnya dan mati dalam keadaan bukan muslim, dia tidak boleh dihajikan oleh keluarganya yang muslim. Sebab orang itu pada dasarnya memang bukan termasuk mereka yang dibebani untuk mengerjakan ibadah haji.
Demikian pula halnya dengan anak kecil yang meninggalkan dunia, orang tuanya tidak perlu menghajikannya, karena pada dasarnya anak kecil memang belum diwajibkan untuk mengerjakan haji. Orang gila yang tidak waras juga bukan termasuk orang yang wajib mengerjakan ibadah haji, maka keluarganya tidak perlu menghajikannya.
b. Al-’Ajzu
Orang yang cukup syarat wajib haji atas dirinya bisa saja mengalami al-ajzu, yaitu ketidak-mampuan secara fisik untuk berangkat sendiri dan mengerjakannya ibadah haji sendiri. Bisa saja karena sakit atau karena didahului oleh kematian. Para ulama mengistilahkannya dengan sebutan al-’ajzu (kelemahan).
Maka orang yang sehat dan mampu untuk berangkat sendiri ke tanah suci, tidak boleh meminta orang lain untuk mengerjakan seluruh rangkaian ibadah haji (dibadal Hajikan )untuk dirinya.
yang termasuk ke dalam syarat-syarat sah haji adalah beragama Islam dan berakal. Dan khusus buat para wanita, syaratnya harus ada izin dari suami atau mahram serta tidak sedang dalam masa iddah.
b. Sudah Pernah Berhaji
Orang yang diamanahkan mengerjakan badal haji disyaratkan harus sudah pernah mengerjakan ibadah haji untuk dirinya sendiri.
Dasarnya adalah hadits berikut :
حُجّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجّ عَنْ شُبْرُمَة
Lakukan dulu haji untuk dirimu baru kemudian berhajilah untuk Syubrumah. (HR. Bukhari) Kisahnya adalah ketika Rasulullah SAW mendengar seseorang yang mengerjakan haji dengan niat untuk orang lain. Orang itu mengucapkan : labbaika an Syubrumah. Maksudnya dia melafazkan niat haji dengan mengucapkan bahwa Aku mendengar panggilan-Mu atas nama Syubrumah.
Rasulullah SAW kemudian bertanya,”Siapa Syubrumah?”. Orang itu menjawab bahwa Syubrumah adalah saudaranya atau familinya. Lalu Rasullah SAW bertanya lagi,”Apakah kamu sudah pernah berhaji untuk dirimu sendiri”?. Orang itu menjawab,”Belum”. Maka Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang itu harus berhaji untuk dirinya sendiri dulu, baru setelah untuk orang lain.
Para ulama menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan berhaji untuk dirinya sendiri adalah haji Islam atau haji yang hukumnya wajib. Atau dengan kata lain bahwa orang itu harus sudah menggugurkan kewajibannya untuk mengerjakan ibadah haji sebagai mukallaf, baru setelah itu dia boleh mengerjakan haji untuk orang lain yang hukumnya sunnah.
Dan hal itu hanya terjadi ketika seseorang sudah berusia baligh. Sebab haji yang dilakukan oleh seorang anak kecil yang belum baligh, meski pun hukumnya sah, namun nilainya hanya sekedar menjadi haji yang hukumnya sunnah. Belum lagi menjadi haji yang wajib hukumnya.
Maka kalau orang itu pernah haji sekali saja tetapi masih usia kanak-kanak, dia masih belum boleh melakukan haji untuk orang lain, karena belum cukup syaratnya.
Yang dihajikan Meninggal Dalam Keadaan Muslim Syarat kedua adalah apabila yang dihajikan itu orang yang telah meninggal dunia, syaratnya bahwa dia adalah seorang muslim, minimal pada saat terakhir dari detik-detik kehidupannya. Sebab orang yang matinya bukan dalam keadaan iman dan berislam, maka haram hukumnya untuk didoakan, termasuk juga haram untuk dihajikan.
Dasarnya secara umum adalah ayat Al-Quran yang mengharamkan kita umat Islam untuk mendoakan jenazah orang kafir atau memintakan ampunan.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.(QS. At-Taubah : 113)
Adapun apakah orang itu pernah mengerjakan dosa, maksiat atau hal-hal yang kita tidak tahu kedudukannya, tentu tidak bisa dijadikan dasar untuk melarangnya. Satu-satu halangan untuk menghajikannya adalah bila orang itu benar-benar telah jelas berstatus bukan muslim secara formal dan sah.
orang Yang dihajikan benar-benar tidak mampu dimungkinkan juga mengerjakan haji untuk orang yang belum meninggal dunia dan masih hidup. Maka kalau orang yang dihajikan itu masih hidup, syaratnya selain dia harus berstatus muslim, dia adalah orang yang benar-benar tidak mampu untuk mengerjakan rangkaian ibadah haji secara fisik.
yang dimaksud dengan ketidak-mampuan itu bukan dari segi finansial, tetapi karena usianya yang sudah sangat tua dan menyulitkan dirinya, atau pun karena faktor kesehatan yang kurang mengizinkan dan sulit diharapkan untuk mendapatkan kesembuhan dalam waktu dekat.
Balas kebaikan orang yang anda Sayangi dengan menghadiakan Pahala Badal Haji untuknya..!!
Selama anda hidup di dunia pastilah banyak orang orang yang sudah berjasa membantu anda, terutama orang tua anda yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkan anda, selain orang tua ada pihak lain yang juga membantu anda seperti saudara kandung, keluarga, tetangga, dan lain sebagainya, yang jasanya belum sempat anda balas, dan mereka sudah pergi mendahului anda (Meninggal Dunia). dan hanya doa dan kiriman Pahalalah yang mereka harapkan.
Jika anda punya Niat untuk membalas kebaikannya, Sangat tepat bila anda mengirimkan Hadiah Pahala Badal Haji untuk orang yang anda Sayangi, dimana haji ini merupakan Rukun Islam ke 5 dan pahalanya sangat besar, dikerjakan hanya setahun sekali di bulan dzulhijjah, terlebih orang yang kita sayangi belum pernah melaksanakan Haji selama hidup, inilah kesempatan emas untuk membalasnya kebaikan mereka dengan mengirimkanPahala Badal Haji.
Alhamdulillah Anda mengunjungi website yang tepat, perkenalkan kami Permata Azzumar Wisata, merupakan Travel Resmi Penyelenggara Badal Haji setiap Tahun, alhamdulillah sudah ribuan badal yang kami kerjakan, dan ada bukti video pelaksana petugas badal.
Biaya Jasa Badal Haji
Biaya Jasa Badal Haji | |||
Biaya Akad Badal Haji | : Rp 14,500,000 | ||
Pelaksanaan | : Haji Tahun 2023 | ||
Status | : Bersertifikat Resmi | ||
Badal Haji Untuk | : - Orang yang sudah Meninggal | ||
: - Orang tua Rentah | |||
: - Orang yang Sakit Parah | |||
Bonus | : Souvenir menarik |
Bukti Video Pelaksana Badal Haji
Pengertian, Hukum Badal Haji oleh Ulama
Pengertian Badal Haji
Jasa Badal Haji yaitu Melaksanakan Haji untuk orang lain. Dalam arti lain melaksanakan ibadah haji namun niat yang diucapakannya hanya membadalkan atau menggantikan seseorang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena sebab-sebab tertentu, seperti; meninggal dunia, lumpuh, sakit parah sehingga tidak bisa menjalankan ibadah haji dan seseorang yang sudah tua dan tidak memungkinkan untuk melaksanakan Haji.Flayer Badal Haji Permata Azzumar
Yang Boleh diBadal Haji kan
- 1.Yang di Badalkan sudah meninggal Dunia.
- 2.Yang di Badalkan sudah Tua Rentah, tidak memungkinkan utk melakukan perjalanan Haji.
- 3.Yang di Badalkan meninggal dalam keadaan islam.
- 4.Yang di Badalkan Meninggal dalam keadaan Waras (Bukan Gila).
Souvenir Badal Haji
- 1.Tas Souvenir cantik.
- 2.Sajadah Tebal Mewah.
- 3.Tasbih kokka asli.
- 4.Kurma berkualitas.
- 5.Air zamzam asli 100%.
Alasan memilih Badal Haji bersama kami
- Pasti di Kerjakan, Amanah setiap tahun sebagai penyelenggara badal haji.
- Mempunyai banyak petugas yang berada diMadinah Makkah sebegai Ustad pembimbing.
- Dikerjakan oleh ustad yang telah berhaji dan berpengalaman .
- Biaya yang di tawarkan terjangkau.
- Mendapat sertifikat Badal Haji Resmi dari Makkah.
Penyerahan Badal Haji
Pengertian, Hukum Badal Haji oleh Ulama
1.Dasar Hukum dan Hadits Badal Haji
Berhaji dengan niat untuk orang lain ini didasarkan kepada beberapa hadits Rasulullah SAW, diantaranya hadits seorang wanita dari suku Khasy’am yang bertanya kepada beliau SAW tentang Ayahnya yang masih hidup namun sudah sangat sepuh dan tidak mampu berangkat haji :يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لا يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ
Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban dari Allah untuk berhajji bagi hamba-hambaNya datang saat bapakku sudah tua renta dan dia tidak akan kuat menempuh perjalanannya. Apakah aku boleh menghajjikan atas namanya?. Beliau menjawab: Boleh. Peristiwa ini terjadi ketika hajji wada’ (perpisahan). (HR. Bukhari)
Selain itu juga hadits lain yang senada, yang meriwayatkan tentang seorang wanita dari suku Juhainah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang sewaktu masih hidup pernah bernadzar untuk berangkat haji namun belum kesampaian sudah wafat.
إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ وَلَمْ تَحُجّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنَ أَكُنْتِ قَاضِيْتُهُ؟ اقْضُوا اللهَ فاللهُ أَحَقُّ بِالوَفَاءِ “
Ibu saya pernah bernadzar untuk mengerjakan haji, namun belum sempat mengerjakannya beliau meninggal dunia. Apakah saya boleh mengerjakan haji untuk beliau?”. Rasulullah SAW menjawab,”Ya, kerjakan ibadah haji untuk beliau. Tidakkah kamu tahu bahwa bila ibumu punya hutang, bukankah kamu akan melunasinya?”. Lunasilah hutang ibumu kepada Allah, karena hutang kepada Allah harus lebih diutamakan. (HR. Bukhari)
2. Syarat Bagi Orang Yang Dihajikan atau yang membadalkan
Kalau kita bicara tentang syarat yang harus terpenuhi pada diri orang yang minta dihajikan, setidaknya ada dua syarat. Pertama, orang itu sudah memenuhi syarat kewajiban haji. Kedua, orang itu mengalami al-ajzu.a. Cukup Syarat Kewajiban Haji
Syarat yang paling utama adalah sudah tercukupinya kewajiban haji atas dirinya, seperti beragama Islam, aqil, baligh, merdeka dan punya harta yang dapat membiayai semua perjalanan ibadah hajinya.
Maka seorang yang bukan beragama Islam ketika masih hidupnya dan mati dalam keadaan bukan muslim, dia tidak boleh dihajikan oleh keluarganya yang muslim. Sebab orang itu pada dasarnya memang bukan termasuk mereka yang dibebani untuk mengerjakan ibadah haji.
Demikian pula halnya dengan anak kecil yang meninggalkan dunia, orang tuanya tidak perlu menghajikannya, karena pada dasarnya anak kecil memang belum diwajibkan untuk mengerjakan haji. Orang gila yang tidak waras juga bukan termasuk orang yang wajib mengerjakan ibadah haji, maka keluarganya tidak perlu menghajikannya.
b. Al-’Ajzu
Orang yang cukup syarat wajib haji atas dirinya bisa saja mengalami al-ajzu, yaitu ketidak-mampuan secara fisik untuk berangkat sendiri dan mengerjakannya ibadah haji sendiri. Bisa saja karena sakit atau karena didahului oleh kematian. Para ulama mengistilahkannya dengan sebutan al-’ajzu (kelemahan).
Maka orang yang sehat dan mampu untuk berangkat sendiri ke tanah suci, tidak boleh meminta orang lain untuk mengerjakan seluruh rangkaian ibadah haji (dibadal Hajikan )untuk dirinya.
3. Syarat Orang Yang Menjadi Badal (Berhaji Untuk Orang Lain)
a. Terpenuhi Syarat Sah Haji Bagi Dirinyayang termasuk ke dalam syarat-syarat sah haji adalah beragama Islam dan berakal. Dan khusus buat para wanita, syaratnya harus ada izin dari suami atau mahram serta tidak sedang dalam masa iddah.
b. Sudah Pernah Berhaji
Orang yang diamanahkan mengerjakan badal haji disyaratkan harus sudah pernah mengerjakan ibadah haji untuk dirinya sendiri.
Dasarnya adalah hadits berikut :
حُجّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجّ عَنْ شُبْرُمَة
Lakukan dulu haji untuk dirimu baru kemudian berhajilah untuk Syubrumah. (HR. Bukhari) Kisahnya adalah ketika Rasulullah SAW mendengar seseorang yang mengerjakan haji dengan niat untuk orang lain. Orang itu mengucapkan : labbaika an Syubrumah. Maksudnya dia melafazkan niat haji dengan mengucapkan bahwa Aku mendengar panggilan-Mu atas nama Syubrumah.
Rasulullah SAW kemudian bertanya,”Siapa Syubrumah?”. Orang itu menjawab bahwa Syubrumah adalah saudaranya atau familinya. Lalu Rasullah SAW bertanya lagi,”Apakah kamu sudah pernah berhaji untuk dirimu sendiri”?. Orang itu menjawab,”Belum”. Maka Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang itu harus berhaji untuk dirinya sendiri dulu, baru setelah untuk orang lain.
Para ulama menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan berhaji untuk dirinya sendiri adalah haji Islam atau haji yang hukumnya wajib. Atau dengan kata lain bahwa orang itu harus sudah menggugurkan kewajibannya untuk mengerjakan ibadah haji sebagai mukallaf, baru setelah itu dia boleh mengerjakan haji untuk orang lain yang hukumnya sunnah.
Dan hal itu hanya terjadi ketika seseorang sudah berusia baligh. Sebab haji yang dilakukan oleh seorang anak kecil yang belum baligh, meski pun hukumnya sah, namun nilainya hanya sekedar menjadi haji yang hukumnya sunnah. Belum lagi menjadi haji yang wajib hukumnya.
Maka kalau orang itu pernah haji sekali saja tetapi masih usia kanak-kanak, dia masih belum boleh melakukan haji untuk orang lain, karena belum cukup syaratnya.
Yang dihajikan Meninggal Dalam Keadaan Muslim Syarat kedua adalah apabila yang dihajikan itu orang yang telah meninggal dunia, syaratnya bahwa dia adalah seorang muslim, minimal pada saat terakhir dari detik-detik kehidupannya. Sebab orang yang matinya bukan dalam keadaan iman dan berislam, maka haram hukumnya untuk didoakan, termasuk juga haram untuk dihajikan.
Dasarnya secara umum adalah ayat Al-Quran yang mengharamkan kita umat Islam untuk mendoakan jenazah orang kafir atau memintakan ampunan.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.(QS. At-Taubah : 113)
Adapun apakah orang itu pernah mengerjakan dosa, maksiat atau hal-hal yang kita tidak tahu kedudukannya, tentu tidak bisa dijadikan dasar untuk melarangnya. Satu-satu halangan untuk menghajikannya adalah bila orang itu benar-benar telah jelas berstatus bukan muslim secara formal dan sah.
orang Yang dihajikan benar-benar tidak mampu dimungkinkan juga mengerjakan haji untuk orang yang belum meninggal dunia dan masih hidup. Maka kalau orang yang dihajikan itu masih hidup, syaratnya selain dia harus berstatus muslim, dia adalah orang yang benar-benar tidak mampu untuk mengerjakan rangkaian ibadah haji secara fisik.
yang dimaksud dengan ketidak-mampuan itu bukan dari segi finansial, tetapi karena usianya yang sudah sangat tua dan menyulitkan dirinya, atau pun karena faktor kesehatan yang kurang mengizinkan dan sulit diharapkan untuk mendapatkan kesembuhan dalam waktu dekat.